Atraksi yang terjadi dalam
hubungan interpersonal dan proses terjadinya hubungan interpersonal
Atraksi hubungan interpersonal dan
Proses terjadinya
ATRAKSI INTERPERSONAL
1. Definisi atraksi interpersonal
Kita dapat
meramalkan arus komunikasi interpersonal yang akan terjadi. Semakin tertarik
kita kepada seseorang, maka semakin besar kecenderungan kita berkomunikasi
dengan dia. Oleh karena itu, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang
lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Adanya daya tarik ini membentuk
rasa suka. Rasa suka pada seseorang umumnya membuat orang yang kita sukai
menjadi signifikan bagi kita.
2. Teori atraksi
interpersonal
·
Reinforcement theory menjelaskan bahwa seseorang menyukai orang lain adalah
sebagai hasil belajar.
·
Equity theory menyatakan bahwa dalam suatu hubungan, manusia selalu
cenderung menjaga keseimbangan antara harga (cost) yang dikeluarkan dengan
ganjaran (reward) yang diperoleh.
·
Exchange theory menjelaskan bahwa interaksi sosial diibaratkan sebagai
transaksi dagang. Jika orang kenal pada seseorang yang mendatangkan keuntungan
ekonomis dan psikologis, akan lebih disukai
·
Gain-loss theory menyatakan bahwa orang cenderung lebih menyukai
orang-orang yang menguntungkan daripada orang-orang yang merugikan kita
3. Faktor
yang mempengaruhi atraksi interpersonal
Faktor-faktor yang mempengaruhi atraksi interpersonal
dibagi menjadi dua, yaitu faktor personal dan faktor situasional.
Berikut ini adalah penjelasan dari faktor-faktor
tersebut, yaitu:
1. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi
interpersonal:
•Kesamaan karakteristik personal
Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai,
sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, dan ideologis memiliki
kecenderungan saling menyukai. Menurut teori Cognitive consistencydari Fritz
Heider dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), manusia selalu berusaha mencapai
konsistensi dalam sikap dan perilakunya.
Contoh: Ketika kita sedang
naik kendaraan umum dan berjumpa dengan seorang kenalan baru. Maka percakapan
kita berlangsung dan dimulai dari masalah-masalah demografis (dimana anda
tinggal, pekerjaan anda, dll) sampai masalah-masalah politik dan sebagainya.
•Tekanan emosional (stress)
Bila seseorang sedang dalam keadaan yang
mencemaskannya atau harus memikul tekanan emosional, maka ia akan menginginkan
kehadiran orang lain. Tekanan emosional ini dibuktikan oleh Stanley Schacter
dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) dengan membuat sebuah eksperimen. Ia
mengumpulkan dua kelompok mahasiswi. Kepada kelompok pertama dia menyatakan
bahwa mereka akan menjadi subjek eksperimen yang meneliti efek kejutan listrik
yang sangat menyakitkan.
•Harga diri yang rendah
Menurut wlster dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), bila
harga diri seseorang direndahkan, harsat afiliasi (bergabung dengan orang lain)
bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima kasih sayang orang lain. Orang
yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.
•Isolasi sosial.
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mungkin tahan
dengan hidup terasing untuk beberapa waktu dan bukan untuk waktu yang lama.
Isolasi sosial merupakan pengalaman yang tidak enak. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat berpengaruh terhadap kesukaan
kita pada orang lain.
HUBUNGAN INTERPERSONAL
1. Definisi hubungan interpersonal
Komunikasi yang
efektif ditandai dengan adanay hubungan interpersonal yang baik. Menurut
Anita Taylor dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), komunikasi interpersonal yang
efektif meliputi banyak unsur tetapi hubungan interpersonal barangkali yang
paling penting. Setiap melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekadar
menyampaikan isi pesan (content), tetapi juga menentukan kadar hubungan
interpersonal (relationship). Berikut ini adalah contoh beberapa kalimat yang
menunjukkan kadar hubungan interpersonal yang berbeda, yaitu:
•
Rumahmu dimana?
•
Dimanakah rumah anda?
•
Bolehkah saya tahu dimana rumah anda?
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan
interpersonal telah dikemukakan oleh Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun
1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Waulawuck,
Beavin, dan Jackson (1967). Selain itu, para psikolog juga mulai menaruh minat
yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak pada tulisan Gordon W.
Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1975), Carl Rogers (1951).
Semua tokoh psikologi tersebut mewakili mazhab humanistik.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan
bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk
mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi
dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
2. Teori hubungan
interpersonal
Untuk menganalisis hubungan interpersonal, menurut
Goleman dan Hammen dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) terdapat empat buah model,
yaitu:
1. Model pertukaran sosial (social exchange
model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu transaksi dagang. Pada model ini, orang berhubungan dengan orang lain
karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley
dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) menyimpulkan model ini sebagai asumsi dasar
yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Terdapat empat
konsep pokok dalam model ini, yaitu:
•
Ganjaran
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif
yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang,
penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai. Nilai suatu ganjaran berbeda
antara seseorang dengan orang lain, dan antara waktu yang satu dengan waktu
yang lain.
Contoh: Bagi orang miskin,
uang lebih berharga daripada ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang kaya,
mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang
Proses terjadinya hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal
Terdapat tiga faktor yang dapat menumbuhkan hubungan
interpersonal dalam komunikasi interpersonal, yaitu:
1.
Percaya (trust)
Dari semua faktor, faktor percaya adalah yang paling
penting. Menurut Giffin dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), percaya didefinisikan
sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki,
yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh risiko. Definisi
tersebut menyebutkan adanya tiga unsur percaya, yaitu:
•
Ada situasi yang menimbulkan risiko
•
Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa
akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain
•
Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya
Manfaat menaruh rasa percaya pada orang lain adalah
meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas
pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk
mencapai maksudnya. Selain itu, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan
menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab.
Di samping faktor-faktor personal, terdapat beberapa
faktor yang berhubungan dengan sikap percaya seperti karakteristik dan maksud
dari orang lain, adanya hubungan kekuasaan, sifat dan kualitas komunikasi,
serta adanya sikap jujur dari setiap komunikan. Selain itu, terdapat juga tiga
hal utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya dan mengembangkan komunikasi
yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu:
•
Menerima, adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan
berusaha mengendalikan. Menurut Anita Taylor dalam Jalaluddin Rakhmat (2011),
menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai menusia, sebagai individu
yang patut dihargai. Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang
lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya.
•
Empati, adalah sikap yang dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak
mempunyai arti emosional bagi kita. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri
kita pada posisi orang lain, tetapi kita ikut secara emosional dan intelektual
dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada
kejadian yang menimpa orang lain.
•
Kejujuran, dapat diartikna sebagai sikap apa adanya. Menerima dan empati
mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima kita dapat
ditanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin, dan tidak bersahabat. Sedangkan
sikap empati kita dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi
sebenarnya, maka kita harus jujur dalam mengungkapkan diri kita terhadap orang
lain. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga, sehingga mendorong
orang lain untuk percaya pada kita.